Makalah
Sejarah
kebudayaan indonesia
Candi
dan Arca
Oleh
Oleh :
Kelompok II
KHAIRUNNAS : 04202012
AYU AKMAR : 04352012
DODI HIDAYAT :04282012
NORA MIRANDA :04132012
ARIF :04292012
Dosen
Pembimbing:
Alipudin, Ssn, Msn
JURUSAN SENI KRIYA
FAKULTAS SENI
RUPA DAN DESAIN
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
INSTITUT SENI INDONESIA
PADANGPANJANG 2012
Kata pengantar
Atas
berkat dan rahmat Tuhan yang Maha Esa, penulis mengucapkan rasa syukur karna
telah menyelesaikan makalah ini dalam rangka menyelesaikan tugas dalam
pelajaran “Sejarah kebudayaan Indonesia”, juga penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing karena telah membantu dan mebimbing dalam
menyempurnakan makalah ini.
makalah
ini berisikan tentang candi dan arca peninggalan pada zaman prasejarah, dan zaman hindu-budha.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan penulis dan pembaca, apabila masih terdapat
kekurangan penulis mohon maaf, untuk lebih menyempurnakn isi makalah ini,
penulis mohon saran dan kritikannya.
Wassalam.
Penulis
Khairunnas
04202012
BAB
I
PENDAHULUAN
A . Latar belakang
Sebagaimana kita ketahui, kebudayaan itu meliputi seluruh
hasil usaha manusia baik itu berupa benda ataupun hanya hanya buah pikiran dan alam penghidupan saja .
Dari
zaman yang sudah lampau , hasil kebudayaaan itu hanyalah berupa benda- benda
buatan manusia ,sedangkan alam pikirannya tersembunyi atau tersimpul di dalam
benda-benda tersebut. Kalau benda itu berupa keterangan tertulis ,maka lebih
mudah dan lebih jelaslah dapat kita ketahui ,dari benda dan bangunan zaman purba yang sampai pada kita
yang kini masih tinggal sebagai peninggalan zaman kebudayaan zaman purba,
hanyalah yang terbaut dari batu dan dari bata saja.bangunan-bangunan ini semua
sangat erethubungannya dengan keagamaan, jadi bersifat suci
B.
Tujuan
Makalah ini membahas
khusus tentang candi dan arca ,mulai dari asal mula candi dan arca,sejarah, struktur, bahan bangunan
yang digunakan dan perbedaan antara candi di suatu wilayah dengan wilayah yang
lain
BAB II
PEMBAHASAN
1)
CANDI
Candi
adalah bangunan kuno peninggalan dari
kejayaan dan kemashuran Agama Hindu dan Buddha Antara abad
ke-7 dan ke-15 masehi, ratusan bangunan keagamaan dibangun dari bahan bata
merah atau batu andesit di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Bangunan ini disebut
candi. Istilah ini juga merujuk kepada berbagai bangunan pra-Islam termasuk
gerbang, dan bahkan pemandian, akan tetapi manifestasi utamanya tetap adalah
bangunan suci keagamaan."yang
terbuat dari susunan batu sebagai tempat pemujaan, penyimpanan abu jenazah
raja-raja,pendeta-pendeta Hindu atau Budha pada zaman dahulu
Menurut
Wikipedia mendefinisikan Candi sebagai bangunan tempat ibadah dari
peninggalan
masa lampau yang berasal dari agama Hindu Buddha. sedangkan menurut
Prof.
HJKrom dan Dr. WF Stutterheim mengartikan candi dari asal katanya CANDIKA
GHRA.
Candika
= Dewi maut (di Indonesia dikenal Bethari Durga = Durga Sura
Mahesa
Mardhani) dan GRHA = GRAHA = GRIYA/GRIYO yang artinya rumah. Jadi Candi menurut
mereka adalah rumah untuk bethari Durga = rumah dewi maut. Wujud Ciwa
Durga Sura Mahesa Mardhani dapat kita jumpai di candi Prambanan pada Candi
Ciwa, pada wujud patung yang oleh masyarakat setempat dikenal
sebagai
Roro Jonggrang. Jadi pada masa klasik candi dipahami sebagai tempat suci untuk
bakti kepada para dewa. Istilah "Candi" diduga
berasal dari kata “Candika” yang berarti nama salah satu
perwujudan Dewi Durgasebagai dewi
kematian. Karenanya candi selalu dihubungkan dengan monumen tempat pedharmaan
untuk memuliakan raja anumerta (yang sudah meninggal) contohnya candi Kidal untuk
memuliakan RajaAnusapati.
Penafsiran yang
berkembang di luar negeri — terutama di antara penutur bahasa Inggris dan
bahasa asing lainnya adalah;
istilah candi hanya merujuk kepada bangunan peninggalan era
Hindu-Buddha diNusantara, yaitu di
Indonesia dan Malaysia saja
(contoh: Candi
Lembah Bujang di Kedah). Sama halnya dengan istilah wat yang
dikaitkan dengan candi di Kamboja dan Thailand. Akan tetapi dari sudut pandang
Bahasa Indonesia, istilah 'candi' juga merujuk kepada semua bangunan bersejarah
Hindu-Buddha di seluruh dunia; tidak hanya di Nusantara, tetapi juga Kamboja, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Sri Lanka, India, dan Nepal; seperti
candi Angkor
Wat di Kamboja dan candi Khajuraho di India.
Istilah candi juga terdengar mirip dengan istilah chedi dalam
bahasa Thailand yang berarti 'stupa
Berdasarkan
latar belakang keagamaannya, candi dapat dibedakan menjadi candi Hindu, candi
Buddha, paduan sinkretis Siwa-Buddha, atau bangunan yang tidak jelas sifat
keagamaanya dan mungkin bukan bangunan keagamaan.
1.
Candi Hindu, yaitu candi
untuk memuliakan dewa-dewa Hindu seperti Siwa atau Wisnu, contoh: candi
Prambanan, candi Gebang, kelompok candi Dieng,candi
Gedong Songo, candi Panataran, dan candi Cangkuang.
2.
Candi Buddha, candi yang
berfungsi untuk pemuliaan Buddha atau keperluan bhiksu sanggha, contoh candi
Borobudur, candi Sewu, candi Kalasan, candi Sari,
candi Plaosan, candi Banyunibo, candi Sumberawan, candi Jabung,
kelompok candi
Muaro Jambi, candi Muara Takus, dan candi
Biaro Bahal.
4.
Candi
non-religius, candi sekuler atau tidak jelas sifat atau tujuan
keagamaan-nya, contoh: candi Ratu Boko, gapura Bajang
Ratu, candi Tikus, candi Wringin Lawang.
2) STRUKTUR CANDI
Secara
umum struktur candi dipilah tersusun tiga bagian tegak (vertikal). Bagian
kaki candi disebut BHURLOKA melambangkan dunia manusia,kaki candidenahnya bujur
sangkar dan bisanya agak tinggi,dan dapat di naiki bagian tubuh candi disebut BHUVARLOKA
melambangkan dunia untuk yang disucikan; dan bagian atap candi dikenal dengan SVARLOKA
yang merupakan dunia dewadewa. Patung Civa Mahadewi = Roro
Jonggrang
Kebanyakan
bentuk bangunan candi meniru tempat tinggal para dewa yang
sesungguhnya, yaitu Gunung Mahameru. Oleh karena
itu, seni arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan berupa
pola yang menggambarkan alam Gunung Mahameru. Peninggalan-peninggalan purbakala,
seperti bangunan-bangunan candi, patung-patung, prasasti-prasasti, dan
ukiran-ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan Indonesia yang dilapisi
oleh unsur-unsur Hindu-BudhaPada hakikatnya, bentuk candi-candi di Indonesia
adalah punden berundak, dimana punden
berundak sendiri merupakan unsur asli Indonesia.
Berdasarkan
bagian-bagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga bagian penting, antara lain,
kaki, tubuh, dan atap.
1.
Kaki candi merupakan
bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia bawah atau bhurloka.
Pada konsep Buddha disebut kamadhatu. Yaitu menggambarkan dunia
hewan, alam makhluk halus seperti iblis, raksasa dan asura, serta tempat
manusia biasa yang masih terikat nafsu rendah. Bentuknya berupa bujur sangkar
yang dilengkapi dengan jenjang pada salah satu sisinya. Bagian dasar candi ini
sekaligus membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat atau bujur sangkar.
Tangga masuk candi terletak pada bagian ini, pada candi kecil tangga masuk
hanya terdapat pada bagian depan, pada candi besar tangga masuk terdapat di
empat penjuru mata angin. Biasanya pada kiri-kanan tangga masuk dihiasi
ukiran makara. Pada dinding kaki candi biasanya dihiasi relief flora
dan fauna berupa sulur-sulur tumbuhan, atau pada candi tertentu dihiasi figur
penjaga seperti dwarapala. Pada bagian
tengah alas candi, tepat di bawah ruang utama biasanya terdapat sumur yang
didasarnya terdapat pripih (peti batu). Sumur ini biasanya diisi sisa hewan
kurban yang dikremasi, lalu diatasnya diletakkan pripih. Di dalam pripih ini
biasanya terdapat abu jenazah raja serta relik benda-benda suci seperti
lembaran emas bertuliskan mantra, kepingan uang kuno, permata, kaca, potongan
emas, lembaran perak, dan cangkang kerang.
2.
Tubuh candi adalah
bagian tengah candi yang berbentuk kubus yang dianggap sebagai dunia antara atau bhuwarloka.
Pada konsep Buddha disebut rupadhatu. Yaitu menggambarkan dunia
tempat manusia suci yang berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan
batiniah. Pada bagian depan terdapat gawang pintu menuju ruangan dalam candi.
Gawang pintu candi ini biasanya dihiasi ukiran kepala kala tepat di
atas-tengah pintu dan diapit pola makara di kiri
dan kanan pintu. Tubuh candi terdiri dari garbagriha, yaitu sebuah
bilik (kamar) yang ditengahnya berisi arca utama,
misalnya arca dewa-dewi, bodhisatwa, atau Buddha yang dipuja di candi itu. Di
bagian luar dinding di ketiga penjuru lainnya biasanya diberi relung-relung
yang berukir relief atau diisi arca. Pada candi besar, relung keliling ini
diperluas menjadi ruangan tersendiri selain ruangan utama di tengah. Terdapat
jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini sekaligus untuk
melakukan ritual yang disebutpradakshina. Pada lorong keliling ini
dipasangi pagar langkan, dan pada galeri dinding tubuh candi maupun dinding
pagar langkan biasanya dihiasi relief, baik yang bersifat naratif (berkisah)
atau pun dekoratif (hiasan).
3.
Atap candi adalah
bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau swarloka.
Pada konsep Buddha disebut arupadhatu. Yaitu menggambarkan ranah surgawi tempat
para dewa dan jiwa yang telah mencapai kesempurnaan bersemayam. Pada umumnya,
atap candi terdiri dari tiga tingkatan yang semakin atas semakin kecil
ukurannya. Sedangkan atap langgam Jawa Timur terdiri atas banyak tingkatan yang
membentuk kurva limas yang menimbulkan efek ilusi perspektif yang mengesankan
bangunan terlihat lebih tinggi. Pada puncak atap dimahkotai stupa, ratna, wajra, atau linggasemu. Pada
candi-candi langgam Jawa Timur, kemuncak atau mastakanya berbentuk kubus atau
silinder dagoba. Pada bagian sudut dan tengah atap biasanya dihiasi ornamen
antefiks, yaitu ornamen dengan tiga bagian runcing penghias sudut. Kebanyakan
dinding bagian atap dibiarkan polos, akan tetapi pada candi-candi besar, atap
candi ada yang dihiasi berbagai ukiran, seperti relung berisi kepala dewa-dewa,
relief dewa atau bodhisatwa, pola hias berbentuk permata atau kala, atau
sulur-sulur untaian roncean bunga.
3)
Tata letak
Bangunan candi
ada yang berdiri sendiri ada pula yang berkelompok. Ada dua sistem dalam
pengelompokan atau tata letak kompleks candi, yaitu:
1)
Sistem
konsentris, sistem gugusan terpusat; yaitu posisi candi induk
berada di tengah–tengah anak candi (candi perwara). Candi perwara disusun rapi
berbaris mengelilingi candi induk. Sistem ini dipengaruhi tata letak
denah mandala dari
India. Contohnya kelompok Candi Prambanan dan Candi
Sewu.
2)
Sistem
berurutan, sistem gugusan linear berurutan; yaitu posisi candi
perwara berada di depan candi induk. Ada yang disusun berurutan simetris, ada
yang asimetris. Urutan pengunjung memasuki kawasan yang dianggap kurang suci
berupa gerbang dan bangunan tambahan, sebelum memasuki kawasan tersuci tempat
candi induk berdiri. Sistem ini merupakan sistem tata letak asli Nusantara yang
memuliakan tempat yang tinggi, sehingga bangunan induk atau tersuci diletakkan
paling tinggi di belakang mengikuti topografi alami ketinggian tanah tempat
candi dibangun. Contohnya Candi Penataran dan Candi
Sukuh. Sistem ini kemudian dilanjutkan dalam tata letak Pura Bali
4)
Bahan bangunan
.
Bahan material bangunan pembuat candi
bergantung kepada lokasi dan ketersediaan bahan serta teknologi arsitektur
masyarakat pendukungnya. Candi-candi di Jawa Tengah menggunakan batu andesit,
sedangkan candi-candi pada masa Majapahit di Jawa Timur banyak menggunakan bata
merah. Demikian pula candi-candi di Sumatera seperti Biaro Bahal, Muaro Jambi,
dan Muara Takus yang berbahan bata merah. Bahan-bahan untuk membuat candi
antara lain:
1. Batu andesit, batu bekuan vulkanik yang ditatah membentuk kotak-kotak
yang saling kunci. Batu andesit bahan candi harus dibedakan dari batu kali.
Batu kali meskipun mirip andesit tapi keras dan mudah pecah jika ditatah (sukar
dibentuk). Batu andesit yang cocok untuk candi adalah yang terpendam di dalam
tanah sehingga harus ditambang di tebing bukit.
2. Batu putih (tuff), batu endapan
piroklastik berwarna putih, digunakan di Candi Pembakaran di kompleks Ratu Boko. Bahan batu putih ini juga ditemukan dijadikan sebagai
bahan isi candi, dimana bagian luarnya dilapis batu andesit
3. Bata merah, dicetak dari lempung tanah merah yang
dikeringkan dan dibakar. Candi Majapahit dan Sumatera banyak menggunakan bata
merah.
4. Stuko (stucco), yaitu bahan
semacam beton dari tumbukan batu dan pasir. Bahan stuko ditemukan di percandian
Batu Jaya.
5. Bajralepa (vajralepa), yaitu bahan
lepa pelapis dinding candi semacam plaster putih kekuningan untuk memperhalus
dan memperindah sekaligus untuk melindungi dinding dari kerusakan. Bajralepa
konon dibuat dari campuran putih telur, getah tumbuhan, kapur halus, dan
lain-lain. Bekas-bekas bajralepa ditemukan di candi Sari dan candi Kalasan.
Kini pelapis bajralepa telah banyak yang mengelupas.
6. Kayu, beberapa candi diduga terbuat dari
kayu atau memiliki komponen kayu. Candi kayu serupa dengan Pura Bali yang
ditemukan kini. Beberapa candi tertinggal hanya batu umpak atau batur landasannya
saja yang terbuat dari batu andesit atau bata, sedangkan atasnya yang terbuat
dari bahan organik kayu telah lama musnah. Beberapa dasar batur di Trowulan
Majapahit disebut candi, meskipun sesungguhnya merupakan landasan pendopo yang
bertiang kayu.Candi Sambisari dan
candi Kimpulan memiliki
umpak yang diduga candi induknya dinaungi bangunan atap kayu. Beberapa candi
seperti Candi Sari dan Candi Plaosan memiliki komponen kayu karena pada struktur batu ditemukan
bekas lubang-lubang untuk meletakkan kayu gelagar penyangga lantai atas, serta
lubang untuk menyisipkan daun pintu dan jeruji jendela.
5)
ARSITEKTUR
CANDI
Candi
umumnya terbagi menjadi dua ragam, yaitu: ragam Jawa Tengah dan ragam jaawa
Timur. Ciri-ciri ragam Jawa Tengah ialah: bentuk bangunannya tambun, atasnya
berundak-undak, puncak berbentuk ratnanaturalis, letak candi di tengah halaman,
menghadap ke timur, dan terbuat dari batu andesit.Ciri-ciri ragam Jawa Timur,
ialah: bentuk bangunan ramping, atapnya merupakan perpaduan tingkatan, puncak
berbentuk kubus, makara tidak ada, relief timbul sedikit dengan lukisan
simbolis menyerupai wayang kulit, letak candi di belakang halaman, menghadap ke
barat, kebanyakan terbuat dari bata, dan menurut Soekmono, seorang arkeolog terkemuka di Indonesia,
mengidentifikasi perbedaan gaya arsitektur (langgam) antara candi Jawa tengah
dengan candi Jawa Timur. Langgam Jawa Tengahan umumnya adalah candi yang
berasal dari sebelum tahun 1000 masehi, sedangkan langgam Jawa Timuran umumnya
adalah candi yang berasal dari sesudah tahun 1000 masehi. Candi-candi di
Sumatera dan Bali, karena kemiripannya dikelompokkan ke dalam langgam Jawa
Timur.Apabila kita perhatikan lebih
spesifik, terdapat banyak perbedaan antara candicandi yang ada di Jawa Tengah dengan candi-candi yang ada di
Jawa Timur. Memang ada persamaannya seperti fungsi dan
strukturnya secara umum. Perbedaan-perbedaan spesifik candi di kedua wilayah itu
diantaranya adalah;
Bagian dari Candi
|
Langgam Jawa Tengah
|
Langgam Jawa Timur
|
Bentuk bangunan
|
Cenderung tambun
|
Cenderung tinggi dan ramping
|
Atap
|
Jelas menunjukkan undakan, umumnya
terdiri atas 3 tingkatan
|
Atapnya merupakan kesatuan tingkatan. Undakan-undakan
kecil yang sangat banyak membentuk kesatuan atap yang melengkung halus. Atap
ini menimbulkan ilusi perspektif sehingga bangunan berkesan lebih tinggi
|
Kemuncak atau mastaka
|
Stupa (candi Buddha), Ratna, Wajra, atau Lingga Semu
(candi Hindu)
|
Kubus (kebanyakan candi Hindu), terkadang Dagoba yang
berbentuk tabung (candi Buddha)
|
Gawang pintu dan hiasan relung
|
Gaya Kala-Makara; kepala Kala dengan mulut menganga tanpa
rahang bawah terletak di atas pintu, terhubung dengan Makara ganda di
masing-masing sisi pintu
|
Hanya kepala Kala tengah menyeringai lengkap dengan rahang
bawah terletak di atas pintu, Makara tidak ada
|
Relief
|
Ukiran lebih tinggi dan menonjol dengan gambar bergaya
naturalis
|
Ukiran lebih rendah (tipis) dan kurang menonjol, gambar bergaya
seperti wayang Bali
|
Kaki
|
Undakan jelas, biasanya terdiri atas satu bagian kaki
kecil dan satu bagian kaki lebih besar. Peralihan antara kaki dan tubuh jelas
membentuk selasar keliling tubuh candi
|
Undakan kaki lebih banyak, terdiri atas beberapa bagian
batur-batur yang membentuk kaki candi yang mengesankan ilusi perspektif agar
bangunan terlihat lebih tinggi. Peralihan antara kaki dan tubuh lebih halus
dengan selasar keliling tubuh candi lebih sempit
|
Tata letak dan lokasi candi utama
|
Mandala konsentris, simetris, formal; dengan candi utama
terletak tepat di tengah halaman kompleks candi, dikelilingi jajaran
candi-candiperwara yang lebih kecil dalam barisan yang rapi
|
Linear, asimetris, mengikuti
topografi (penampang ketinggian) lokasi; dengan candi utama terletak di
belakang, paling jauh dari pintu masuk, dan seringkali terletak di tanah yang
paling tinggi dalam kompleks candi, candi perwara terletak
didepan candi utama
|
Arah hadap bangunan
|
Kebanyakan menghadap ke timur
|
Kebanyakan menghadap ke barat
|
Bahan bangunan
|
Kebanyakan batu andesit
|
Kebanyakan bata merah
|
Meskipun
demikian terdapat beberapa pengecualian dalam pengelompokkan langgam candi ini.
Sebagai contoh candi Penataran, Jawi, Jago, Kidal, dan candi Singhasari jelas
masuk dalam kelompok langgam Jawa Timur, akan tetapi bahan bangunannya adalah
batu andesit, sama dengan ciri candi langgam Jawa Tengah; dikontraskan dengan
reruntuhan Trowulan seperti candi Brahu, serta candi
Majapahit lainnya seperti candi Jabung dan candi Pari yang
berbahan bata merah. Bentuk candi Prambanan adalah ramping serupa candi Jawa
Timur, tapi susunan dan bentuk atapnya adalah langgam Jawa Tengahan. Lokasi
candi juga tidak menjamin kelompok langgamnya, misalnya candi Badut terletak
di Malang, Jawa Timur, akan tetapi candi ini berlanggam Jawa Tengah yang
berasal dari kurun waktu yang lebih tua di abad ke-8 masehi.
Bahkan dalam
kelompok langgam Jawa Tengahan terdapat perbedaan tersendiri dan terbagi lebih
lanjut antara langgam Jawa Tengah Utara (misalnya kelompok Candi Dieng) dengan
Jawa Tengah Selatan (misalnya kelompok Candi Sewu). Candi Jawa Tengah Utara
ukirannya lebih sederhana, bangunannya lebih kecil, dan kelompok candinya lebih
sedikit; sedangkan langgam candi Jawa Tengah Selatan ukirannya lebih raya dan
mewah, bangunannya lebih megah, serta candi dalam kompleksnya lebih banyak
dengan tata letak yang teratur.
6) MACAM-MACAM
CANDI
Di
Indonesia candi terdapat di dua wilayah pertama di pulau jawa dan yang kedua
dipulau Sumatra, dan kemudian di pulau jawa di bagi dua willayah lagi yaitu
jawa tengah dan jawa timur,candi-candi tersebut antara lain yaitu:
·
Candi gunung
wukir dekat magelang, yang berhubungan dengan prasati Canggal tahun 732 M.
·
Candi badut dekat malang,yang berhubungan dengan prasasti
Dinoyo tahun 760 M
·
Kelompok candi
Dieng, yang terdiri atas berbagai candi yang oleh penduduk di beri nama-nama
wayang, seperti : Arjuna, Gatotkoco; di dekat Candi Arjuna ada didapatkan
sebuah prasasti dari tahun 809
·
Kelompok candi
Gendong Songo di lereng Gunung Ungaran.
·
Candi Kalasan
dekat Yokyakarta yang didirikan tahun 778
·
Candi Borobudur
·
Candi Mendut
sebelah timur Borobudur
·
Kelompok candi
Sewu, di dekat desa Prambanan
·
Candi Kidal,
candi jago, Candi singo Sari dekat Malang .
·
Kelompok candi
Muara Takus, dekat Bangkinang, Riau
·
Kelompok candi
Gunung Tua , dekat Padang sidempuan
Candi dapat
berfungsi sebagai:
1.
Candi Pemujaan: candi Hindu
yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu,
contoh: candi Prambanan, candi Canggal,candi Sambisari, dan candi Ijo yang
menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk Siwa, candi Kalasan dibangun
untuk memuliakan Dewi
Tara, sedangkan candi Sewu untuk
memuja Manjusri.
2.
Candi Stupa: didirikan
sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama
Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis
seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya
milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan
penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan
ritual, contoh: candi Borobudur, candi Sumberawan, dan candi Muara Takus
3.
Candi
Pedharmaan: sama dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang
dibangun untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal.
Candi ini kadang berfungsi sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang
telah meninggal seringkali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi Belahan tempat Airlangga dicandikan,
arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi Simping di
Blitar, tempat Raden
Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara.
7)
ARCA
Arca adalah patung yang dibuat dengan tujuan utama sebagai media
keagamaan, yaitu sarana dalam memuja tuhan atau dewa-dewinya. Arca berbeda dengan patung pada umumnya,
yang merupakan hasil seni.Arca menjadi simbol telah bersatunya raja
dengan dewa penitisnya. Patung dewa-dewa agama Hindu di antaranya Dewa Siwa,
Dewa Wisnu, dan Dewa Brahma. Ketiga dewa tersebut biasanya disebut Trimurti. Di
dalam agama Budha dikenal adanya Arca Buddha. Arca Buddha biasanya sangat
sederhana, tanpa hiasan, hanya memakai jubah.
Kini di dalam dunia keagamaan Indonesia dikenal dua macam arca, yakni arca agama Hindu, arca agama Budha, dan . Agama Islam tidak mengenal arca, karena ajarannya melarang menyembah berhala atau segala figur perwujudan Tuhan.
Arca Hindu
Dalam agama Hindu, arca adalah sama dengan Murti (Dewanagari: मूर्ति), atau murthi, yang merujuk kepada citra yang
menggambarkan Roh atau Jiwa Ketuhanan (murta). Berarti
"penubuhan", murti adalah perwujudan aspek ketuhanan (dewa-dewi),
biasanya terbuat dari batu, kayu, atau logam, yang berfungsi sebagai sarana dan
sasaran konsentrasi kepada Tuhan dalam pemujaan. Menurut kepercayaan Hindu,
murti pantas dipuja sebagai fokus pemujaan kepada Tuhan setelah roh suci
dipanggil dan bersemayam didalamnya dengan tujuan memberikan persembahan atau
sesaji. Perwujudan dewa atau dewi, baik sikap tubuh, atribut, atau proporsinya
harus mengacu kepada tradisi keagamaan yang bersangkutan.
Arca tidak selalu ditemukan di dekat sebuah candi. Candi bisa jadi memiliki sebuah arca, namun sebuah arca belum tentu ada dalam
sebuah candi. Ada tiga jenis arca berdasarkan kuantitas pemujanya, yakni:
·
Arca Istadewata, yaitu arca yang dimiliki oleh perseorangan, sehingga dapat dibawa
kemana-mana.
- Arca Kuladewata, yaitu arca yang dimiliki oleh sebuah keluarga, biasanya terdapat di rumah-rumah.
- Arca Garbadewata, yaitu arca yang dipuja oleh banyak orang, dalam hal ini masyarakat.
Arca Buddha
Murti juga dimuliakan dalam agama Buddha terutana mazhab Mahayana saat
beribadah sebagai sasaran pemujaan atau fokus meditasi. Pemujaan murti sangat
dianjurkan dalam dalam Hindu dan Buddha, khususnya pada masa Dwapara Yuga, seperti
disebutkan dalam naskah Pañcaratra. Dalam agama Buddha, arca perwujudan Buddha Gautama disebut Buddharupa.
Laksana
Dewa Brahma digambarkan berkepala empat
Tidak seperti patung biasa yang dibuat bebas sesuai keinginan seniman
pematungnya, arca dewa-dewi, buddha, bodhisattwa atau makhluk spiritual
tertentu memiliki ciri-ciri yang disebut laksana, yaitu atribut atau
benda-benda tertentu yang dibawa oleh arca ini yang menjadi cirinya. Laksana
sudah disepakati dalam ikonografi seni Hindu dan Buddha.
Berikut ini adalah laksana atau ciri-ciri atribut dewa-dewa atau tokoh
spiritual lainnya:
- Shiwa: Memiliki mata ketiga di dahinya, pada mahkotanya terdapat bulan sabit dan tengkorak yang disebut Ardhachandrakapala, upawita (tali kasta) ular naga, mengenakan cawat kulit harimau yang ditampilkan dengan ukiran kepala dan ekor harimau di pahanya, bertangan empat yang membawa atribut yaitu trisula, aksamala (tasbih), camara (pengusir lalat), dan kamandalu (kendi). Wahana (kendaraannya) adalah Nandi.
- Wishnu: Mengenakan mahkota agung jatamakuta, bertangan empat yang membawa atribut yaitu chakra (piringan cakram), cengkha (cangkang kerang bersayap), gada, dan buah atau kuncup bunga padma. Wahananya adalah Garuda.
- Brahma: Berkepala empat pada tiap penjuru mata angin, mengenakan mahkota agung jatamakuta, bertangan empat yang membawa atribut yaitu kitab, aksamala (tasbih), camara (pengusir lalat), dan buah atau kuncup bunga padma.Wahananya adalah Hamsa (angsa).
- Agastya: Shiwa dalam perwujudannya sebagai resi brahmana pertapa, digambarkan pria tua berjanggut dan berperut buncit, memegang aksamala, kamandalu, dan trisula.
- Ganesha: Putra Shiwa yang berkepala gajah ini digambarkan bertangan empat dengan tangan belakang memegang aksamala dan kampak, sementara tangan depannya memegang mangkuk yang dihirup belalainya, serta potongan gadingnya.
- Durga: Istri Shiwa ini sering diwujudkan sebagai Mahisashuramardhini (pembunuh ashura banteng) dengan posisi menindas raksasa banteng. Ia digambarkan sebagai wanita cantik dalam busana kebesaran bertangan delapan atau duabelas dengan memegang berbagai senjata seperti pedang, perisai, parang busur panah, anak panah, chakra, cengkha, dan tangan yang menjambak rambut Mahisashura dan menarik ekornya. Wahananya adalah Singa.
- Laksmi: Istri Wishnu ini adalah dewi kemakmuran dan kebahagiaan. Digambarkan sebagai wanita cantik dalam busana kebesaran bertangan dua atau empat dengan memegang padma (teratai merah).
- Saraswati: istri Brahma ini adalah dewi pengetahuan dan kesenian. Digambarkan sebagai wanita cantik dalam busana kebesaran bertangan empat yang memegang alat musik sitar, aksamala, dan kitab lontar. Wahananya adalah hamsa (angsa).
- Wairocana: Buddha penguasa pusat zenith digambarkan sebagai Buddharupa dalam posisi bersila atau duduk dengan mudra (sikap tangan) dharmachakra mudra atau witarka mudra.
- Awalokiteswara: Mengenakan mahkota agung jatamakuta yang ditengahnya terukir Buddha Amitabha, bertangan dua atau empat yang membawa atribut buah atau kuncup bunga padma.
- Maitreya: Mengenakan mahkota agung jatamakuta yang ditengahnya terukir stupa.
- Prajnaparamita: Dewi kebijaksanaan buddhis ini digambarkan sebagai wanita cantik berbusana kebesaran tengah bersila dalam posisi teratai dengan mudra dharmachakra (memutar roda dharma). Lengan kirinya menggamit batang bunga teratai yang diatasnya terdapat naskah lontar kitab Prajnaparamita sutra.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Candi adalah bangunan kuno peninggalan dari kejayaan dan
kemashuran Agama Hindu dan Buddha Antara abad ke-7 dan ke-15 masehi,
ratusan bangunan keagamaan dibangun dari bahan bata merah atau batu andesit di
pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Bangunan ini disebut candi. Candi terdiri dari kaki,tubuh, dan
atap serta memiliki perbedaan antara candi yang terdapat di jawa timur dengan
candi yang terdapat di jawa tengah
Arca adalah patung
yang dibuat dengan tujuan utama sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam
memuja tuhan
atau dewa-dewinya yang terdapat didalam
maupun diluar candi
DAFTAR PUSTAKA
·
Soekmono, Dr R.
(1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta,
Indonesia: Penerbit Kanisius. hlm. 81. ISBN 979-413-290-X.
·
Soekmono, Dr R. (11 Oktober
1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta,
Indonesia: Penerbit Kanisius. hlm. 86. ISBN 979-413-290-X.
Lampiran
·
Kompleks
candi Prambanan dan Borobudur, candi Hindudan buddha
terbesar di Indonesia
Arca Prajnaparamita ditemukan
dekat candi Singhasari dipercaya sebagai arca perwujudan Ken Dedes (koleksi
Museum Nasional Indonesia). Keindahan arca ini mencerminkan kehalusan seni
budaya Singhasari.
Arca
Buddha dan stupa Borobudur
Arca singa penjaga gerbang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar