Makalah
Filsafat Ilmu
SUMBER -
SUMBER PENGETAHUAN
Oleh
Ayu Masri
Utami : 04222012
Hermanto
Pangaribuan : 04072012
Khairunnas : 04212012
Rahman : 04342012
Rahman : 04342012
Surkapri : 04272012
Dosen Pembimbing
Dr. Febri Yulika, S.Ag,. M.Hum
Dr. Febri Yulika, S.Ag,. M.Hum
Nofrial, S.Sn,. M.Sn
JURUSAN
SENI KRIYA
FAKULTAS
SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT
SENI INDONESIA PADANGPANJANG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunianya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul Sumber Pengetahuan.
Tujuan pembuatan makalah ini sebagai tugas struktur mata kuliah Filsafat
Ilmu. Ucapan terima kasih kami kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tentunya
makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi tulisan, referensi
kepustakaan, analisis dan sintesis, penalaran, dan pemahaman penulis terhadap topik yang diberikan.
Penulis harap kepada
pembimbing, teman-teman dan pembaca memberikan kritik dan sarannya untuk
kesempurnaan isi makalah ini.
Terima
Kasih.
Padangpanjang, September 2014
penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Batasan Pembahasan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pikiran ( Rasionalisme )............................................................................... 3
2.
Pengalaman ( Empirisme ).......................................................................... 4
3.
Intuisi......................................................................................................... 8
4.
Wahyu........................................................................................................ 9
5.
Otoritas......................................................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 12
KEPUSTAKAAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada orang yang berkata,
bahwa orang harus berfilsafat, untuk mengetahui apa yang disebut filsafat itu.
Mungkin ini benar, hanya kesulitannya ialah: bagaimana ia tahu, bahwa ia
berfilsafat?. Mungkin ia mengira sudah berfilsafat
dan mengira tahu pula apa filsafat itu, akan tetapi sebenarnya tidak
berfilsafat, jadi kelirulah ia dan dengan sendirinya salah pula sangkanya
tentang filsafat itu.
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia dilindungi oleh beraneka macam peristiwa yang langsung
dialaminya, seperti bangun tidur, mengenakan pakaian, bekerja dan beristirahat.
Atau yang tidak langsung sampai kepadanya, namun juga dianggap biasa saja,
seperti misalnya berita dalam surat kabar atau radio mengenai perkembangan
mutakhir dalam politik internasional, bencana alam disalah satu negeri nan jauh
atau peristiwa-peristiwa menakjubkan.
Rasa ingin tahu dan
penasaran telah menyebabkan manusia terdorong untuk berpikir. Manusia mampu
mengembangkan pengetahuannya disebabkan oleh bahasa untuk berkomunikasi dan
kemampuan berpikir manusia. rasa heran yang mendorong seseorang peneliti untuk
mengadakan penelitiannya yang merupakan sumber-sumber penemuan ilmiah. Ada
banyak sumber pengetahuan yang membuat manusia mengetahui berbagai hal. Mulai
dari pikirannya, pengalamannya, intuisi, dan lain sebagainya.
B. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah
yang di bahas di dalam makalah ini mengenai sumber pengetahuan ialah pikiran (rasionalisme),
pengalaman (empirisme), intuisi, dan wahyu.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pikiran (
Rasionalisme)
Sudah kita sebut
sebelum ini, logika mempelajari hukum “patokan” dan rumus berfikir psikologi
juga membicarakan aktivitas berfikir. Karena itu kita hendaklah berhati-hati
melihat persimpangan dengan logika, psikologi mempelajari pikiran dan karyanya
tanpa menyinggung sama sekali urusan benar salah. Sebaiknya urusan benar dan
salah menjadi masalah pokok dalam logika.
Banyak jalan pemikiran
yang dipengaruhi oleh keyakinan, pola berfikir kelompok, kecenderungan pribadi,
pergaulan dan sugesti. Juga banyak pemikiran yang diungkapkan sebagai luapan
emosi, caci maki, kata pujian atau penyataan keheranan dan kekaguman.
Dalam aktivitas
berfikir, terkadang orang membanding,
menganalisis serta menghubungkan proporsi yang satu dengan yang lain. Dengan
demikian penyelidikan masih dalam pencarian kebenaran dalam pemikiran.
Kaum rasinalis memakai
faham rasinalisme. Kaum ini menggunakan
metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam
penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat
diterima (idealisme).
Fungsi pikirannya
hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya, sementara
pengalaman tidak memiliki prinsip. Ide bagi kaum rasionalis adalah bersifat
apriori. Pemikiran rasional cenderung untuk bersifat solipsistik dan subjektif.
Masalah
utama yang dihadapi kaum rasionalis adalah evaluasi dari kebenaran
premis-premis yang dipakainya dalam penalaran deduktif.
Adapun asas pemikiran
yang sebagai mana di
ketahui pangkal atau asal dari mana sesuatu itu muncul dan dimengerti. Maka
asas pemikiran adalah pengetahuan di mana
pengetahuan muncul dan dimengerti. Asas ini dapat di bedakan
menjadi tiga, yaitu:
- Asas
Identitas ( Prinsipium Identitatis )
Asas identitas adalah
dasar dari semua pemikiran prinsip ini mengatakan bahwa sesuatu itu adalah dia
sendiri bukan lainnya.
-
Asas Kontradiksi
( Prinsipium Contradictoris )
Prinsip ini mengatakan
bahwa pengingkaran sesuatu tidak mungkin sama dengan pengakuannya. Jika di akui bahwa sesuatu itu bukan A maka
tidak mungkin pada saat itu ia adalah A.
-
Asas Penolakan Kemungkinan
Ketiga ( Principium Exclusi Tartii Qanun Imtina)
Asas ini mengatakan
bahwa antara pengakuan dan pengingkaran terletak pada salah satunya. Pengakuan
dan pengingkaran merupakan pertantangan mutlak.
B. Pengalaman (
Empirisme)
Empirisme adalah sebuah
aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Di mana aliran ini menganggap bahwa
pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan yang diperoleh dengan cara
observasi atau penginderaan. Selain itu, pengalaman juga disebut sebagai faktor yang fundamental dalam pengetahuan,
karena ia merupakan sumber pengetahuan yang ada di dalam diri manusia.
Empirisme itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani yaitu empiris
yang berarti
pengalaman indrawi. Maka dari itulah empirisme digolongkan paham yang memilih
pengalaman sebagai sumber pengetahuan, baik itu pengalaman lahiriah maupun
pengalaman batiniah yang menyangkut pengalaman pribadi seseorang.
Pengetahuan manusia didapat
melalui pengalaman yang kongkret. Kaum empiris menganggap bahwa dunia fisik
adalah nyata karena merupakan gejala yang tertangkap oleh panca indera. Gejala
itu kalau ditelaah lebih lanjut mempunyai beberapa karakteristik tertentu:
- Umpamanya
saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu.
- Adanya
kesamaan dan pengulangan.
Berangkat dari beberapa
karakteristik di atas, maka dapatlah disusun pengetahuan yang berlaku secara
umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat
individual. Masalah utamanya: bahwa
pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu kumpulan
fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang
bersifat kontradiktif. Suatu kumpulan mengenai fakta, atau kaitan antara
berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang
sistematis.
Empirisme juga
berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, sehingga pengenalan
indrawi dan empiris merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Penganut empirisme mengatakan bahwa pengalamn itu tidak lain adalah akibat
seuatu objek yang merangsang alat-alat indrawi, yang kemudian dipahami didalam
otak, dan rangsangan tersebut mengakibatkan terbentuknya atau munculnya
tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat indrawi
tadi. Dan empirisme juga memegang peranan yang sangat penting bagi pengetahuan.
Dan berikut merupakan
tokoh-tokoh dalam empirisme:
- Francis
Bacon (1210-1292 M),
Bacon dianggap sebagai bapak ilmu pengetahuan modern, oleh banyak
sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh dalam mengobarkan
revolusi pengetahuan pada abad ke 17. Filsafat Bacon menekankan empirisme
(teori yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dari pengalaman
langsung) dan induksi. Inti filsafat Bacon adalah metode induksi berlawanan
dengan metode deduksi untuk memahami sifat alam semesta.
- Thomas
Hobbes (1588-1679 M),
filsafat adalah suatu
ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu
pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau tentang
penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan
yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sebagai penganut empirisme,
pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman adalah
awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang
diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari
pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian
- John
Locke (1632-1704M),
Di
tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. Jika rasionalisme
Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari
pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala
pengetahuan. Namun demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang
sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat.
Persoalannya adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang
sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri.
- David
Hume (1711-1776M),
Pemikiran
empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a
perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya).
Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman
tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression).
- Ciorge
Berkeley (1665-1753 M),
Menurut
Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subjek yang mengamati
dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan
antara pengamatan indera yang satu dengan pengamatan indera yang lain.
Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena hubungan
antara indera pelihat dan indera peraba. Indera penglihatan hanya mampu
menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indera peraba.
Kedua indera tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang
itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indera lain dan juga
pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin
terhadap sesuatu yang konkret.
- Herbert
Spencer (1820-1903 M),
Menurut
Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subjek yang mengamati
dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan
antara pengamatan indera yang satu dengan pengamatan indera yang lain.
Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena hubungan
antara indera pelihat dan indera peraba. Indera penglihatan hanya mampu
menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indera peraba.
Kedua indera tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang
itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indera lain dan juga
pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin
terhadap sesuatu yang konkret.
C. Intuisi
Intuisi merupakan
pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi
bersifat personal dan tidak dapat diramalkan. Sebagian dasar untuk menyusun
pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan.
Pengetahuan intuitif
dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan
kebenaran (Bakker dan Zubair, 1990). Pengalaman intuitif seringa hanya dianggap
sebagai sebuah halusinasi atau bahkan sebuah ilusi belaka. Sementara itu oleh
kaum beragama intuisi (hati) dipandang sebagai sumber pengetahuan yang mulia
(Kartanegara, 2005). Dari riwayat hidup matinya Sokrates, pengetahuan intuitif
disebutnya sebagai “theoria” dimana cara untuk sampai pada pengetahuan itu
adalah refleksi terhadap diri sendiri (Huijbers, 1982).
Perpaduan antara rasa,
naluri, dan pengalaman yang mendalam terhadap permasalahan. Sehingga
menimbulkan tingkat pemahaman yang melampaui batas-batas logika. Kemampuan
intutif bagi seorang seniman dianggap penting, Terutama untuk memutuskan
berbagai pekerjaan kompleks tanpa harus melampaui perhitungan dan pembuktian lapangan.
Jadi, Intuisi adalah
istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan
intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datang dari dunia lain
dan diluar kesadaran. Misalnya saja, seseorang tiba-tiba saja terdorong untuk
membaca sebuah buku. Ternyata, di dalam buku tersebut ditemukan keterangan yang
dicari-carinya selama bertahun-tahun. Atau misalnya, merasa bahwa ia harus
pergi ke sebuah tempat, ternyata disana ia menemukan penemuan besar yang
mengubah hidupnya. Namun tidak semua intuisi berasal dari kekuatan psikologi,
tetapi sebagian intuisi bisa dijelaskan sebab musebnya.
D. Wahyu
Wahyu, dalam arti bahasanya
adalah isyarat yang cepat. Wahyu adalah kata masdhar yang memiliki
pengertian dasar tersembunyi dan cepat, terkadang juga wahyu digunakan dalam
kata isim maf’ul, diwahyukan.. Wahyu adalah sumber pengetahuan yang
bersandar pada otoritas Tuhan sebagai sang Maha Ilmu. Wahyu Allah
dikodifikasikan dalam tiga buah kitab suci yaitu: Taurat, Injil, Alquran.
Sumber pengetahuan yang
disebut “ wahyu” identik dengan agama atau kepercayaan yang sifatnya mistis. Ia
merupakan pengetahuan yang bersumber dari tuhan melalui hambanya yang terpilih
untuk menyampaikan nabi dan rasul. Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah
penegetahuan. Baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.
Wahyu merupakan
pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan
lewat nabi-nabi yang di utusannya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan
bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga
mencakup masalah-masalah yang bersifat trasendental seperti latar belakang
penciptaan manusia dan hari kemudian di akherat nanti. Pengetahuan ini
didasarkan pada kepercayaan kepada tuhan yang merupakan sumber pengetahuan,
kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu
sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.
Kepercayaan adalah
titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dahulu utuk dapat
diterima, pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain.
Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-pernyataaan yang
terkandung didalamnya bersifat konsisten atau tidak. Dipihak lain secara
empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut atau
tidak. Singkatnya agama dimulai dengan rasa percaya, dan lewat pengajian
selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan lain
seperti ilmu perumpamaannya. Ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya, dan
setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa diyakinkan atau tetap pada
pendiria semula
E.
Orang
yang Memiliki Otoritas
Titus et.al (1984) mengawali penjelasan
mengenai hal ini dengan ilustrasi pertanyaan, bagaimana kita mengatahui bahwa
Socrates dan Julius Caesar pernah hidup di dunia?, apakah mereka itu
orang-orang khayalan seperti nama-nama lain yang kita baca dalam mitologia dan
novel-novel moderen?, Jawabannya adalah kita punya pengetahuan tentang Socrates
dan Julius Caesar sebagai orang-orang yang pernah ada dan hidup di dunia, yakni
dari “kesaksian” orang-orang yang pernah ada serta hidup sezaman dan setempat
dengan mereka, serta juga ahli-ahli sejarah. Artinya ada orang yang ditempatkan
sebagi yang memiliki “otoritas” sebagai sumber pengetahuan mengenai hal yang
ingin diketahui, yaitu mereka yang punya kesaksian dari pengalaman dan
pengetahuan yang berkenaan dengan itu.
Pada zaman moderen ini, orang yang ditempatkan
memiliki otoritas, misalnya dengan pengakuan melalui gelar, termasuk juga dalam
hal ini misalnya, hasil publikasi resmi mengenai kesaksian otoritas tersebut,
seperti buku-buku atau publikasi resmi pengetahuan lainnya. Namun, penempatan
otoritas sebagai sumber pengetahuan tidaklah dilakukan dengan penyandaran
pendapat sepenuhnya, dalam arti tidak dilakukan secara kritis untuk tetap bisa
menilai kebenaran dan kesalahannya.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia mampu
mengembangkan pengetahuannya disebabkan oleh bahasa untuk berkomunikasi dan
kemampuan berpikir manusia. Ada banyak sumber pengetahuan yang membuat manusia
mengetahui berbagai hal. Mulai dari pikirannya, pengalamannya, intuisi, dan
lain sebagainya.
Dengan rasa ingin
tahunya, manusia berusaha mencari pengetahuan dari berbagai sumber untuk
memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Penalaran merupakan salah satu
proses dalam berpikir yang menggabungkan dua pemikiran atau lebih untuk menarik
sebuah kesimpulan untuk medapatkan pengetahuan baru. Logika merupakan suatu
cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan dengan menggunakan akal pikiran, kata
dan bahasa yang dilakukan secara sistematis. Sumber pengetahuan merupakan
aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul
dalam kehidupan manusia.
Kaum rasionalis memakai
fahamnya rasionalisme. Rasionalisme mempergunakan metode deduktif dalam
menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari
ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima (idealisme).
Empirisme itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani yaitu empiris yang bearti pengalamn indrawi. Maka
dari itulah empirisme digolongkan paham yang memilih pengalamn sebagai sumber
pengetahuan, baik itu pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah yang
menyangkut pengalaman pribadi sesorang.
Intuisi merupakan
pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi
bersifat personal dan tidak dapat diramalkan. Intuisi adalah istilah untuk
kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan
intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datang dari dunia lain
dan diluar kesadaran.
Wahyu adalah sumber
pengetahuan yang bersandar pada otoritas Tuhan sebagai sang Maha Ilmu. Wahyu
Allah dikodifikasikan dalam tiga buah kitab suci yaitu: Taurat , Injil ,
Alquran.
DAFTAR
PUSTAKA
Burhanuddin, Salam. 1997. Logika Materil. Jakarta : Rineke
Cipta.
H. Mundiri. 2012. Logika. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Maksum, Ali. 2008. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisasi.
Yogyakarta: Ar-rv22 Media.
Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa. Yogyakarta : Dicti Art Lab. Yogykarta dan Jagad Art
Space Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar